Layaknya acara jalan-jalan atau tamasya harusnya menjadi moment yang membahagiakan.Panorama alam dan suasana baru yang belum pernah di lihat atau dinikmati menjadi bayangan indah yang terpancar dari rona peserta wisata. Namun tragis acara wisata tersebut. Setidaknya itulah yang dialami 29 orang warga Desa Sukamulya, Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut.
Ahad (06/05/2012) mereka awalnya diajak berwisata ke alam terbuka dengan keindahan pegunungan yang berhawa sejuk di kawasan Bandung Selatan, ternyata oleh pimpinan rombongan malah dibawa ke sebuah gereja di daerah Pangalengan Kabupaten Bandung.
Acara dilanjutkan dengan bernyanyi dan berdoa. Walaupun tidak langsung dibaptis dan hanya sekedar mengiktui kegiatan ibadat mereka, apa yang mereka rasakan itu, upaya pemurtadan. Setidaknya itulah pengakuan para saksi korban yang berhasil dihimpun hidayatullah.com
Seperti diketahui, Rabu (16/05/2012) Opa alias Danu, Caca dan Didin yang menjadi pimpinan wisata tersebut diintrograsi di hadapan aparat Desa Sukamulya,Kec.Talegong,Kab.Garut yang terdiri dari Kepala Desa,MUI Desa,Tokoh Masyarakat juga ormas Islam.
Ketiganya mengaku mengajak warga di daerah tersebut untuk ikut kegiatan wisata sesat tersebut.Dari mulutnya juga terungkap masing-masing orang dijanjikan uang pengganti ongkos asalkan mereka ikut pada kegiatan itu.
"Rata-rata per orang mendapat tiga puluh lima ribu rupiah, diberi makan, tas sekolah dan juga ada yang mendapat susu bagi bayi. Saya sendiri mendapat uang sebesar Rp.1,8 juta dari Pak Roni yang berasal dari Jakarta," aku Danu di hadapan puluhan anggota ormas Islam yang terdiri dari Gardah, Gempa, Gapas, Laskar Umat Islam, Front Ummat Islam, Laskar Sabilillah dan AK-12.
Sementara itu d itempat yang sama, Ketua Pagar Aqidah (Gardah) Suryana Nurfatwa menjelaskan bahwa umat Islam terpaksa melakukan hal itu agar ketiganya merasa jera dan tidak melakukan kegiatan pemurtadan lagi.
“Apa yang dilakuakan umat Islam ini merupakan bentuk perang kepada kegiatan pemurtadan.Pelaku harus bertanggung jawab,” imbuh Suryana dengan nada tinggi.
Hal yang sama juga diungkapkan Ketua Gerakan Muslim Anti Pemurtadan (Gempa), Ujang Mujadid, bahwa kejadian ini merupakan bukti bila misionaris terus bekerja melakukan Kristenisasi di Indonesia. Pihaknya juga tidak akan tinggal diam.
“Siapa saja (orang atau lembaga) yang melakukan pemuratadan akan berhadapan dengan kami.Ini tidak boleh dibiarkan dan ditolelir," tegasnya.
Sementara itu aparat Desa Sukamulya yang diwakili Ketua MUI Desa Sukamulya, Amas Al Uyan, mengajak umat Islam untuk terus mengawal kasus tersebut agar segera dituntaskan dan menyeret pelakunya melalui jalur hukum. Dirinya berharap pihak-pihak yang terkait kasus pemurtadan harus mendapat tindakan tegas agar mereka tidak mengulangi perbuatannya dan ada efek jera bagi pelaku maupun calon pelaku.
Dalam kesempatan tersebut juga terungkap ketiga pelaku saat diperiksa KTP-nya ternyata masih tertulis Islam padahal yang bersangkutan mengaku telah murtad sejak tahun 2007. Bahkan dari narasumber yang tidak bersedia sebut namanya,mengatakan yang bersangkutan beberapa minggu ke belakang saat membuat KTP Elektronik, ketika sempat ditanya sampai 3 kali soal agamanya.Namun yang bersangkutan justeru menyatakan agamanya masih Islam padahal keyakinan dan aktivitasnya telah berubah.
Pada pertemuan yang berlangsung di kantor Desa Sukamulya selama lebih dari 4 jam itu akhirnya diputuskan. Danu, Caca dan Didin menyatakan akan meninggalkan daerah Garut tertanggal surat pernyataan yang mereka buat. Mereka juga berjanji tidak akan melakukan kegiatan pemurtadan di manapun mereka berada serta apabila mereka melanggar maka siap dilaporkan ke aparat dan diproses melalui jalur hukum.
"Saya siap mematuhi semuanya," tegas Danu dengan wajah tertunuduk.*
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !