Bagi pecinta atau pun pembenci kucing, mungkin artikel berikut ini bisa dijadikan sebagai bahan pertimbangan ketika kita bertemu binatang tersebut.....
Dari semua jenis binatang yang ada dimuka bumi, mungkin hanya kucing yang digelari pemilik sembilan nyawa. Salah satu binatang rumahan ini memang dikenal bisa bereaksi cepat jika sebuah ancaman mengintainya. Kesan yang indah, anggun, mungil, namun mempunyai soraotan mata yang tajam dan berkesan misterius ini membuat gemas para pecinta hewan rumahan.
Tak seorang pun tahu kapan kucing mulai berkeliaran di muka bumi ini. Namun, pemilik nama genus felis silvestris-catus ini tercatat telah disayangi oleh manusia sejak 3500 tahun lalu, semasa para Firaun menguasai Mesir.
Dalam sejarah hidup manusia, kucing sempat disalah artikan sebagai jelmaan dewa hingga mempunyai sihir setan. Di Eropa abad pertengahan, kucing dituding sebagai antek setan yang harus dibasmi, yaitu pada saat munculnya wabah “Black Death” meledak di Eropa yang akhirnya menyebar hingga jazirah Arab hingga afrika Utara. Kucing dibasmi dan dibunuh secara besar-besaran tanpa alasan yang masuk akal dan dianggap sebagai penyebabnya. Padahal, wabah ini diperkirakan adalah penyakit pes yang dibawa oleh tikus, dan populasinya meningkat akibat pembunuhan terhadap predatornya, kucing.
Meski begitu, kucing mendapat posisi yang dihormati, disayangi dan diperlakukan bak teman sehidup dan semati. Sampai-samapi, sahabat Nabi Abdurrahman ibn Sakhr Al-Azdi, seorang pengumpul hadist pun dijuluki “Abu Hurayrah” (bapak para kucing). Bahkan juga kucing terukir dalam cincin Sultan Ottoman. Di dalam buku Cats of Cairo, pemerhati tasawwuf modern, Annemarie Schimmel meengisahkan bagaimana EW Lane, orientalis yang tinggal di Kairo pada tahun 1830, takjub dengan kebiasaan penduduk kota menyajikan makanan bagi kucing yang berkeliaran dan memenuhi taman kota. Bahkan, pada Sultan Mamluk al-Zahir Baybars yang berkuasa pada abad ke-13, sengaja membangun taman khusus bagi kucing dan menyediakan berbagai jenis makanan.
Tradisi ini tak hilang begitu saja, hingga setiap pendatang dikota-kota Islam akan dismabut pemandangan kucing berseliweran dengan bebasnya di Kairo, Istanbul, Damascus dan kota-kotas islam lainnya. Bahkan dipojok-pojok mesjid tua masih menjadi pavorit kucing-kucing liar itu menikmati tidur siangnya.
Tidak seperti bangsa lain, kucing diperadaban islam tidak ubahnya sahabat bagi para ibu rumah tangga hingga kaum terpelajar. Mereka tak hanya disayangi, tetapi fungsinya yang praktis. Misalnya merkea digunakan sebagai pelindung koleksi buku-buku yang berharga dari binatang pengerat seperti tikus. Kucing juga dihormati sebagai pelindung rumah dari serangga atau binatang mematikan seperti kalajengking.
Tak hanya sebagai dipelihara semata, tetapi juga menjadi refleksi spiritual. Dikisalkan, ahli bahasa Inu Babshad tengah duduk santai bersama temannya di teras sebuah mesjid di Kairo sambil menikmati makanan. Ketika seekor kucing melintassi mereka, ia membagi sepotong kepada kucing itu dan langsung pergi. Namun tak lama ia kembali lagi. Ibnu Babshad pun penasaran dan mengutitnya dingga ke atap sebuah rumah sederhana. Di pojokan atap itu ternyata ada seekor kucing buta, dan kemudian kucing tersebut menyuguhkan makanan yang dibawanya kepada sikucing buta. Ibnu Babshad pun merasa sangat tersentuh betapa Maha Penyayangnya Asllah Subhanahu wa Ta’ala kepada sikucing buta tersebut, hingga akhirnya ia mendermakan seluruh hartanya dan hidup sebagai sufi sedernaha sempai akhir hayatnya.
Selain itu, kaum sufi terpelajar juga mendiskusikan temuan ilmiah dari kebiasaan seekor kucing, yaitu mendengkur. Dikatakan bahwa para ilmuan muslim dahulu menjadikan dengkuran kucing sebagai salah satu metode penyembuhan pasien ditiap rumah sakit bangsa muslim terawal. Alasannya dengkuran kucing mirip dengan frekuensi lantunan irama zikir.
Temuan ini diamini oleh penelitian modern saat ini yang berhasil menemukan kemampuan penyembuh dari dengkuran kucing. Ditemukan bahwa frekuensi optimal untuk stimulasi tulang sebesar 50 Hz, sementara frekuensi dominan tiga spesies kucing antara 25 hingga 50 Hz, yang merupakan frekuensi terbaik untuk penyembuhan dan pertumbuhan tulang. Bahkan dengkuran kucing bisa mencapai frekuensi 140 Hz.
Di bidang seni islam, kucing juga membantu para ahli kaligrafi dengan bulunya yang pas sebagai bulu kuas. Dalam berbagai seni patung, sosok kucing dijadikan sebagai objek seni. Bahkan sosoknya yang elegan dijadikan sebagai model cantik bagi karya tembikar, lampu minyak hingga untuk cincin Sultan yang bertabur batu-batu berharga.
Muezza, Kucingnya Rasulullah
Salah sastu hadis menyebutkan bahwa Rassulullah memerintahkan umatnya agar memperlakukan kucing peliharaan layaknya salah satu anggota keluarga mereka. Kisah paling terkenal adalah tentang kucing kesayangan nabi yang diberi nama Muezza. Kebiasaan Muezza yang selalu disayangi beliau yaitu selalu mengeong ketika suara azan berkumandang. Dikisahkan juga setiap Nabi berceramah dengan umat di rumahnya, Muezza seringkali dipangku dipahanya.
Suatu ketika Nabi masuk ke kamarnya untuk memakai jubahnya dan ditemuinya Muezza sedang tidur-tiduran disalah satu belahan jubahnya. Tak mau mengganggu tidur siang kucing kesayangannya, Nabi justru memotong belahan lengan yang ditiduri Muezza. Ketika nabi kembali dari luar rumah, Muezza terbangun dan merunduk sujud kepada tuannya, dan sebagai balasannya nabi mengelus seayang ke badan Muezza tiga kali.
Selain tiu ada sebuah legneda dimana seekor kucing menyelamatkan Nabi dari gigitan ular mematikan. Kucing itu adalah peliharaan Abu Hurayrah yang selalu dibawa di dalam tas, dan setiap saat nabi mengelus dahinya sehingga jejak kari beliau tercap diantara empat garis gelap di dahi kucing itu.
Kucing pun dianggap sebagai binatang yang bersih. Menurut satu kisah diperolehkan mengambil wudhu untuk sholat di air yang sama diminum kucing. Di dalam Islam, hukuman bagi mereka yang menyakiti kucing termasuk dosa yang serius. Al Bukhari dalam sebuah hadis mengisahkan ada seorang wanita yang mengunci kucingnya, tidak memberinya makan dan melarangnya keluar dari rumah. Nabi Muhammad pun mengatakan bahwa hukuman bagi wanita itu dihari akhir tak lain adalah siksaan neraka.
Sejalan dengan waktu, dimsa peradaban islam, kucing tidak hanya mendapat tempat yang hangat di hati setiap muslim, tetapi juga memperoleh perlindungan hidup. Dahulu, terdapat pula institusi, klinik, serta hukum perlindungan binatang peliharaan, salah satunya rumah kucing.
Kepunahan kucing akibat ketakutan berlebihan orang Eropa dimasa lalu saat terjadi wabah “Black Paque”, terselamatkan oleh kasih sayang bangsa muslim terhadap kucing.
Wallahu a’lam,,
Mudah-mudahn hati kita menjadi semakin terbuka dan selalu beriman dan bertaqwa kepad Allah SWT.Amin
Dikutip dari Majalah Azzikra no.36/Tahunke3/2007
Dari semua jenis binatang yang ada dimuka bumi, mungkin hanya kucing yang digelari pemilik sembilan nyawa. Salah satu binatang rumahan ini memang dikenal bisa bereaksi cepat jika sebuah ancaman mengintainya. Kesan yang indah, anggun, mungil, namun mempunyai soraotan mata yang tajam dan berkesan misterius ini membuat gemas para pecinta hewan rumahan.
Tak seorang pun tahu kapan kucing mulai berkeliaran di muka bumi ini. Namun, pemilik nama genus felis silvestris-catus ini tercatat telah disayangi oleh manusia sejak 3500 tahun lalu, semasa para Firaun menguasai Mesir.
Dalam sejarah hidup manusia, kucing sempat disalah artikan sebagai jelmaan dewa hingga mempunyai sihir setan. Di Eropa abad pertengahan, kucing dituding sebagai antek setan yang harus dibasmi, yaitu pada saat munculnya wabah “Black Death” meledak di Eropa yang akhirnya menyebar hingga jazirah Arab hingga afrika Utara. Kucing dibasmi dan dibunuh secara besar-besaran tanpa alasan yang masuk akal dan dianggap sebagai penyebabnya. Padahal, wabah ini diperkirakan adalah penyakit pes yang dibawa oleh tikus, dan populasinya meningkat akibat pembunuhan terhadap predatornya, kucing.
Meski begitu, kucing mendapat posisi yang dihormati, disayangi dan diperlakukan bak teman sehidup dan semati. Sampai-samapi, sahabat Nabi Abdurrahman ibn Sakhr Al-Azdi, seorang pengumpul hadist pun dijuluki “Abu Hurayrah” (bapak para kucing). Bahkan juga kucing terukir dalam cincin Sultan Ottoman. Di dalam buku Cats of Cairo, pemerhati tasawwuf modern, Annemarie Schimmel meengisahkan bagaimana EW Lane, orientalis yang tinggal di Kairo pada tahun 1830, takjub dengan kebiasaan penduduk kota menyajikan makanan bagi kucing yang berkeliaran dan memenuhi taman kota. Bahkan, pada Sultan Mamluk al-Zahir Baybars yang berkuasa pada abad ke-13, sengaja membangun taman khusus bagi kucing dan menyediakan berbagai jenis makanan.
Tradisi ini tak hilang begitu saja, hingga setiap pendatang dikota-kota Islam akan dismabut pemandangan kucing berseliweran dengan bebasnya di Kairo, Istanbul, Damascus dan kota-kotas islam lainnya. Bahkan dipojok-pojok mesjid tua masih menjadi pavorit kucing-kucing liar itu menikmati tidur siangnya.
Tidak seperti bangsa lain, kucing diperadaban islam tidak ubahnya sahabat bagi para ibu rumah tangga hingga kaum terpelajar. Mereka tak hanya disayangi, tetapi fungsinya yang praktis. Misalnya merkea digunakan sebagai pelindung koleksi buku-buku yang berharga dari binatang pengerat seperti tikus. Kucing juga dihormati sebagai pelindung rumah dari serangga atau binatang mematikan seperti kalajengking.
Tak hanya sebagai dipelihara semata, tetapi juga menjadi refleksi spiritual. Dikisalkan, ahli bahasa Inu Babshad tengah duduk santai bersama temannya di teras sebuah mesjid di Kairo sambil menikmati makanan. Ketika seekor kucing melintassi mereka, ia membagi sepotong kepada kucing itu dan langsung pergi. Namun tak lama ia kembali lagi. Ibnu Babshad pun penasaran dan mengutitnya dingga ke atap sebuah rumah sederhana. Di pojokan atap itu ternyata ada seekor kucing buta, dan kemudian kucing tersebut menyuguhkan makanan yang dibawanya kepada sikucing buta. Ibnu Babshad pun merasa sangat tersentuh betapa Maha Penyayangnya Asllah Subhanahu wa Ta’ala kepada sikucing buta tersebut, hingga akhirnya ia mendermakan seluruh hartanya dan hidup sebagai sufi sedernaha sempai akhir hayatnya.
Selain itu, kaum sufi terpelajar juga mendiskusikan temuan ilmiah dari kebiasaan seekor kucing, yaitu mendengkur. Dikatakan bahwa para ilmuan muslim dahulu menjadikan dengkuran kucing sebagai salah satu metode penyembuhan pasien ditiap rumah sakit bangsa muslim terawal. Alasannya dengkuran kucing mirip dengan frekuensi lantunan irama zikir.
Temuan ini diamini oleh penelitian modern saat ini yang berhasil menemukan kemampuan penyembuh dari dengkuran kucing. Ditemukan bahwa frekuensi optimal untuk stimulasi tulang sebesar 50 Hz, sementara frekuensi dominan tiga spesies kucing antara 25 hingga 50 Hz, yang merupakan frekuensi terbaik untuk penyembuhan dan pertumbuhan tulang. Bahkan dengkuran kucing bisa mencapai frekuensi 140 Hz.
Di bidang seni islam, kucing juga membantu para ahli kaligrafi dengan bulunya yang pas sebagai bulu kuas. Dalam berbagai seni patung, sosok kucing dijadikan sebagai objek seni. Bahkan sosoknya yang elegan dijadikan sebagai model cantik bagi karya tembikar, lampu minyak hingga untuk cincin Sultan yang bertabur batu-batu berharga.
Muezza, Kucingnya Rasulullah
Salah sastu hadis menyebutkan bahwa Rassulullah memerintahkan umatnya agar memperlakukan kucing peliharaan layaknya salah satu anggota keluarga mereka. Kisah paling terkenal adalah tentang kucing kesayangan nabi yang diberi nama Muezza. Kebiasaan Muezza yang selalu disayangi beliau yaitu selalu mengeong ketika suara azan berkumandang. Dikisahkan juga setiap Nabi berceramah dengan umat di rumahnya, Muezza seringkali dipangku dipahanya.
Suatu ketika Nabi masuk ke kamarnya untuk memakai jubahnya dan ditemuinya Muezza sedang tidur-tiduran disalah satu belahan jubahnya. Tak mau mengganggu tidur siang kucing kesayangannya, Nabi justru memotong belahan lengan yang ditiduri Muezza. Ketika nabi kembali dari luar rumah, Muezza terbangun dan merunduk sujud kepada tuannya, dan sebagai balasannya nabi mengelus seayang ke badan Muezza tiga kali.
Selain tiu ada sebuah legneda dimana seekor kucing menyelamatkan Nabi dari gigitan ular mematikan. Kucing itu adalah peliharaan Abu Hurayrah yang selalu dibawa di dalam tas, dan setiap saat nabi mengelus dahinya sehingga jejak kari beliau tercap diantara empat garis gelap di dahi kucing itu.
Kucing pun dianggap sebagai binatang yang bersih. Menurut satu kisah diperolehkan mengambil wudhu untuk sholat di air yang sama diminum kucing. Di dalam Islam, hukuman bagi mereka yang menyakiti kucing termasuk dosa yang serius. Al Bukhari dalam sebuah hadis mengisahkan ada seorang wanita yang mengunci kucingnya, tidak memberinya makan dan melarangnya keluar dari rumah. Nabi Muhammad pun mengatakan bahwa hukuman bagi wanita itu dihari akhir tak lain adalah siksaan neraka.
Sejalan dengan waktu, dimsa peradaban islam, kucing tidak hanya mendapat tempat yang hangat di hati setiap muslim, tetapi juga memperoleh perlindungan hidup. Dahulu, terdapat pula institusi, klinik, serta hukum perlindungan binatang peliharaan, salah satunya rumah kucing.
Kepunahan kucing akibat ketakutan berlebihan orang Eropa dimasa lalu saat terjadi wabah “Black Paque”, terselamatkan oleh kasih sayang bangsa muslim terhadap kucing.
Wallahu a’lam,,
Mudah-mudahn hati kita menjadi semakin terbuka dan selalu beriman dan bertaqwa kepad Allah SWT.Amin
Dikutip dari Majalah Azzikra no.36/Tahunke3/2007
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !